Minggu, 30 Januari 2011

Burgerkill

Ini merupakan sebuah cerita pendek dari 12 tahun perjalanan karir bermusik dari sebuah band super keras yang telah menjadi fenomena di populasi musik keras khususnya di Indonesia. Sebuah band yang namanya diambil dari selewengan sebuah nama restaurant fast food asal Amerika, ya mereka adalah Burgerkill band asal origin Ujungberung, tempat orisinil tumbuh dan berkembangnya komunitas Death Metal / Grindcore di daerah timur kota Bandung. Band lulusan scene Uber ( nama keren Ujungberung ) selalu dilengkapi gaya Stenografi Tribal dan musik agresif yang super cepat, Jasad, Forgotten, Disinfected, dan Infamy to name a few.

Burgerkill berdiri pada bulan Mei 1995 berawal dari Eben, scenester dari Jakarta yang pindah ke Bandung untuk melanjutkan sekolahnya. Dari sekolah itulah Eben bertemu dengan Ivan, Kimung, dan Dadan sebagai line-up pertamanya. Band ini memulai karirnya sebagai sebuah side project yang ga punya juntrungan, just a bunch of metal kids jamming their axe-hard sambil menunggu band orisinilnya dapat panggilan manggung. Tapi tidak buat Eben, dia merasa bahwa band ini adalah hidupnya dan berusaha berfikir keras agar Burgerkill dapat diakui di komunitasnya. Ketika itu mereka lebih banyak mendapat job manggung di Jakarta melalui koneksi Hardcore friends Eben, dari situlah antusiasme masyarakat underground terhadap Burgerkill dimulai dan fenomena musik keras tanpa sadar telah lahir di Indonesia.

Walhasil line-up awal band ini pun tidak berjalan mulus, sederet nama musisi underground pernah masuk jajaran member Burgerkill sampai akhirnya tiba di line-up solid saat ini. Ketika dimulai tahun 1995 mereka hanya berpikir untuk manggung, pulang, latihan, manggung lagi dst. Tidak ada yang lain di benak mereka, tapi semuanya berubah ketika mereka berhasil merilis single pertamanya lewat underground phenomenon Richard Mutter yang merilis kompilasi cd band-band Bandung pada awal 1997. Nama lain seperti Full Of Hate, Puppen, dan Cherry Bombshell juga bercokol di kompilasi yang berjudul "Masaindahbangetsekalipisan" tersebut. Memang masa itu masa indah musik underground. Everything is new and new things stoked people! Tidak tanggung lagu Revolt! dari Burgerkill menjadi nomor pembuka di album yang terjual 1000 keping dalam waktu singkat ini.

Setelah mengenal nikmatnya menggarap rekaman, anak anak ini tidak pernah merasa ingin berhenti, dan pada akhir tahun 1997 mereka kembali ikut serta dalam kompilasi "Breathless" dengan menyertakan lagu "Offered Sucks" didalamnya. Awal tahun 1998 perjalanan mereka berlanjut dengan rilisan single Blank Proudness, pada kompilasi band-band Grindcore Ujungberung berjudul "Independent Rebel". Yang ketika itu dirilis oleh semua major label dengan distribusi luas di Indonesia dan juga di Malaysia. Setelah itu nama Burgerkill semakin banyak menghias concert flyers di seputar komunitas musik underground. The Antics went higher, semakin banyak fans berat menunggu kehadiran mereka diatas panggung. Burgerkill sang Hardcore Begundal!

Disekitar awal tahun 1999, mereka mendapat tawaran dari perusahaan rekaman independent Malaysia, Anak Liar Records yang berakhir dengan deal merilis album Three Ways Split bersama dengan band Infireal (Malaysia) dan Watch It Fall (Perancis). Hubungan dengan network underground di Malaysia dan Singapura berlanjut terus hingga sekarang. Burgerkill menjadi langganan cover zine independent di negara-negara tersebut dan berimbas dengan terus bertambahnya fans mereka dari negeri Jiran. Di tahun 2000, akhirnya Burgerkill berhasil merilis album perdana mereka dengan title "Dua Sisi" dan 5000 kaset yang di cetak oleh label indie asal Bandung, Riotic Records ludes habis dilahap penggemar fanatik yang sudah tidak sabar menunggu sejak lama. Di tahun yang sama, band ini juga merilis single "Everlasting Hope Never Ending Pain" lewat kompilasi "Ticket To Ride", sebuah album yang benefitnya disumbangkan untuk pembangunan sebuah skatepark di kota Bandung.

Single terakhir menjadi sebuah jembatan ke era baru Burgerkill, dimana masa awal mereka lagu-lagu tercipta hasil dari pengaruh band-band Oldschool Hardcore, Name it: Minor Threat, 7 Seconds, Gorilla Biscuits, Youth of Today, Sick of it All, Insted, Etc. Seiring dengan waktu, mereka mulai untuk membuka pengaruh lain. Masuklah pengaruh dari band band Modern Metal dan Newschool Hardcore dengan beat yang lebih cepat dan lebih agresif, selain itu juga riff-riff powerchord yang enerjik menjadi bagian kental pada lagu-lagu Burgerkill serta dilengkapi oleh fill-in gitar yang lebih menarik. Anak-anak ini memang tidak pernah puas dengan apa yang mereka hasilkan, mereka selalu ingin berbuat lebih dengan terus membuka diri pada pengaruh baru. Hampir semua format musik keras dilahap dan di interprestasikan kedalam lagu, demikianlah Burgerkill berkembang menjadi semakin terasah dan dewasa. Lagu demi lagu mereka kumpulkan untuk menjadi sebuah materi lengkap rilisan album kedua.

Beberapa Mainstream Achievement pun sempat mereka rasakan, salah satunya menjadi nominator Band Independent Terbaik ala majalah NewsMusik di tahun 2000. Awal tahun 2001 pun mereka berhasil melakukan kerjasama dengan sebuah perusahaan produk sport apparel asal Amerika: PUMA yang selama 1 tahun mensupport setiap kali Burgerkill melakukan pementasan. Dan sejak Oktober 2002 sebuah produk clothing asal Australia: INSIGHT juga mensupport dalam setiap penampilan mereka.

Pertengahan Juni 2003, Burgerkill menjadi band Hardcore pertama di Indonesia yang menandatangani kontrak sebanyak 6 album dengan salah satu major label terbesar di negeri ini, Sony Music Entertainment Indonesia. Dan setelah itu akhir tahun 2003, Burgerkill berhasil merilis album kedua mereka dengan title "Berkarat". Lagu-lagu pada album ini jauh lebih progressif dan penuh dengan teknik yang lebih terasah dibandingkan album sebelumnya. Hampir tidak ada lagi nuansa straight forward dan moshpart sederhana ala band standard Hardcore yang tercermin dari single-single awal mereka. Pada sector vocal dengan tetap mengedepankan nuansa depresif dan kelam, karakter vocal Ivan sang vokalis Bengal lebih berani dimunculkan dengan penulisan bahasa pertiwi dan artikulasi kata yang lebih jelas. Dan di sector musik pun, Toto, Eben, Andris dan gitaris baru mereka Agung semakin berani menjelajahi daerah-daerah baru yang sebelumnya tidak pernah dijajaki kelompok musik keras manapun di Indonesia.

Sebuah kejutan hadir pada pertengahan tahun 2004, lewat album "Berkarat" Burgerkill masuk kedalam salahsatu nominasi dalam salah satu event Achievement musik terbesar di Indonesia "Ami Awards". Dan secara mengejutkan mereka berhasil menyabet award tahunan tersebut untuk kategori "Best Metal Production". Sebuah prestasi yang mungkin tidak pernah terlintas di benak mereka, dan bagi mereka hal tersebut merupakan sebuah tanggung jawab besar yang harus mereka buktikan melalui karya-karya mereka selanjutnya.

Di awal tahun 2005 di tengah kesibukan mereka mempersiapkan materi untuk album ketiga, Toto memutuskan untuk meninggalkan band yang telah selama 9 tahun dia bangun bersama. Namun kejadian ini tidak membuat anak-anak Burgerkill putus semangat, mereka kembali merombak formasinya dengan memindahkan Andris dari posisi Bass ke posisi Drums dan terus melanjutkan proses penulisan lagu dengan menggunakan additional bass player. Sejalan dengan selesainya penggarapan materi album ketiga, tepatnya November 2005, Burgerkill memutuskan kontrak kerjasama dengan Sony Music Entertainment Indonesia dikarenakan tidak adanya kesepakatan dalam pengerjaan proyek album ketiga. So guys...these kids always have a great spirit to keep blowing their power, dan akhirnya mereka sepakat untuk tetap merilis album ke-3 "Beyond Coma And Despair" di bawah label mereka sendiri Revolt! Records di pertengahan Agustus 2006. Album ketiga yang memiliki arti sangat dalam bagi semua personil Burgerkill baik secara sound, struktur, dan format musik yang mereka suguhkan sangat berbeda dengan dua album sebelumnya. Materi yang lebih berat, tegas, teknikal, dan berani mereka suguhkan dengan maksimal disetiap track-nya.

Namun tak ada gading yang tak patah, sebuah musibah terbesar dalam perjalanan karir mereka pun tak terelakan, Ivan sang vokalis akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya ditengah-tengah proses peluncuran album baru mereka di akhir Juli 2006. Peradangan pada otaknya telah merenggut nyawa seorang ikon komunitas musik keras di Indonesia. Tanpa disadari semua penulisan lirik Ivan pada album ini seolah-olah mengindikasikan kondisi Ivan saat itu, dilengkapi alur cerita personal dan depresif yang terselubung sebagai tanda perjalanan akhir dari kehidupannya. "Beyond Coma And Despair" sebuah album persembahan terakhir bagi Ivan Scumbag yang selama ini telah menjadi seorang teman, sahabat, saudara yang penuh talenta dan dedikasi dengan disertai karakter karya yang mengagumkan. Burgerkill pun berduka, namun mereka tetap yakin untuk terus melanjutkan perjalanan karir bermusik yang sudah lebih dari 1 dekade mereka jalani, dan sudah tentu dengan menghadirkan seorang vokalis baru dalam tubuh mereka saat ini. Akhirnya setelah melewati proses Audisi Vokal, mereka menemukan Vicki sebagai Frontman baru untuk tahap berikutnya dalam perjalanan karir mereka.

Dan pada awal Januari 2007 mereka telah sukses menggelar serangkaian tour di kota-kota besar di Pulau Jawa dan Bali dalam rangka mempromosikan album baru mereka. Target penjualan tiket di setiap kota yang didatangi selalu mampu mereka tembus, dan juga ludesnya penjualan tiket di beberapa kota menandakan besarnya antusiasme masyarakat musik cadas di Indonesia terhadap penampilan Burgerkill. A written story just wouldn't enough, tunggu kejutan dan dengarkan album baru mereka, tonton konsernya dan rasakan sensai musik keras yang tak akan kamu lupakan...BURGERKILL HARDCORE BEGUNDAL IN YOUR FACE, WHATEVER!!!

Rabu, 26 Januari 2011

Konser Metal Terbesar di Indonesia

Konser Musik Metal Terbesar di Indonesia
Tanggal; 28 Maret 2010
Pukul; 09.00 wib – 15.00 wib
Tempat; Lapangan Saparua, Bandung
Band; Burgerkill, Jasad, Forgotten, Koil, Demons Damn, Savor of Filth, Tcukimay, Godless Symptoms




Hampir dua tahun publik metal kota Bandung tidak dimanjakan dengan pagelaran konser metal berkualitas. Tercatat konser metal terakhir digelar adalah ketika Bandung Youth Park Fest di tahun 2008 lalu yang menampilkan Beside, Forgotten ,Tjukimay dan lain lain. Dua diantara band itu akhirnya kembali meramaikan konser yang bertajuk Konser Metal terbesar se-Indonesia, yang digelar di lapangan Saparua, 28 Maret 2010 lalu.


Back to Saparua


Sejak awal bulan Maret 2010, Bandung diramaikan dengan kehadiran poster-poster konser ini di berbagai titik keramaian. Seakan setengah tidak percaya bahwa Burgerkill, Jasad, Forgotten, dan Koil akan tampil di stadion termegah di kota bandung, stadion Siliwangi. Namun beberapa hari sebelum digelarnya acara ini, penulis sempat diberi kabar lewat jejaring dunia maya bahwa venue dipindah ke Saparua karena alasan internal dari pengelola stadion Siliwangi dan durasi pertunjukan juga juga bergeser lebih cepat ke pukul 15.00 WIB, yang tadinya sekitar pukul 17.00 WIB. Itu semua dengan alasan ijin keamanan.


Penulis datang ke area konser sekitar jam sebelas siang, saat di panggung sedang tampil Savor of Filth, dan terlewatkan 2 band , Demons Damn dan Forgotten. Savor of Filth tampil cukup menggila dengan formasi barunya ini. Irama hardcore yang cukup menghentak membuat panas suasana dan penonton yang “baru” sekitar 1000-an orang larut dalam kegilaan. Koil tampil dengan sangat baik dengan sound yang tertata rapi. Walaupun bernuansa rock n’ roll tapi Otong as the vocalist mengaku berusaha “tampil metal” di acara ini dengan lagu lagu yang cukup familiar di kuping para penonton seperti lagu Kenyataan dalam Dunia Fantasi, Aku Lupa Aku Luka dan Nyanyikan Lagu Perang. Otong pun kembali melakukan atraksi menghancurkan gitar yang dia pakai di sela-sela pertunjukan dan berusaha untuk memainkannya kembali walaupun gitar tersebut telah hancur. Hmm.. OK then…


Break sholat Zuhur di pertengahan lagu Koil diumumkan oleh Mbak Arin GMR, MC pertunjukan rock – metal di kota Bandung yang sarat pengalaman. Beliau nih mantan penyiar GMR, radio rock yang melegenda di kota Bandung di tahun 90-an dan sempat hijrah ke Jakarta di radio M97. Kelar break, giliran Tjukimay menggebrak dengan dandanan punk rock yang kental, dengan aksesories spike dan rambut ditata dengan gaya mohawk serta dicat warna-warni.. Penampilan musik Tjukimay dengan riff gitar yang mengingatkan kita pada band seperti Testament atau Slayer ini membuat ribuan orang yang mulai memadati arena lapangan Saparua ini berpogo terus, apalagi ketika Buchex ‘The Cruel’ didaulat Lukas untuk berduet dalam lagu Anjing Tirani, membuat massa makin larut dalam atmosphere musik keras ini.


Batik, alat musik Sunda, dan Metal


Langit mendung ketika Tjukimay turun panggung, dan terlihat kru Jasad mulai membereskan panggung. Mereka memasang sepasang “Kujang” peninggalan kerajaan Padjadjaran di depan Panggung. Man ‘Jasad’ serta Mbak Arin tak henti hentinya memberikan informasi dan saran agar suasana tetap aman dan kondusif, walaupun penonton berpogo, nge-slamdance dan lain-lain agar tidak sampai rusuh.


Man ‘Jasad’ sempat memberikan jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan oleh beberapa rekan di belakang panggung, “Kunaon make batik?” atau “kenapa memakai batik?”. Kata Man, kostum metal nggak selalu hitam-hitam. “Bahkan batik pun bisa menjadi baju anak metal!” serunya. Kemudian bersama Jasad, ia membuka penampilannya dengan memainkan intro menggunakan alat musik tradisional Sunda, bernama Tarawangsa dan dibantu Yully memainkan nada dasar dengan bass-ya. Jasad memainkan lagu-lagu tanpa kompromi, dibuka dengan lagu Getih Jeung Getih dan ditutup dengan lagu Kujang Rompang dengan Man mengacung-acungkan Kujang sambil memuntahkan deep growl yang dahsyat.


Godless Symptoms yang didaulat menjadi penampil berikutnya tetap semangat menghibur penonton, dan hujan semakin deras ketika Barus dan Tommu memuntahkan lagu Kerajaan Ilusi dan Anjing Iblis. Penonton telah basah kuyup diguyur hujan bercampur lumpur lapangan.


Hail Burgerkill!


Sebagai penutup acara dan sekaligus aksi pamungkas dalam konser ini, band yang sangat dinanti oleh ribuan penonton di Saparua, dan juga semua fans setianya di seluruh dunia: Burgerkill! Band yang terhitung justru jarang tampil di Bandung, kota asalnya, ini merupakan magnet tersendiri. Burgerkill, salah satu band metal terbaik di Tanah Air, memang rajin diundang untuk tampil di Australia, Malaysia dan Singapura.


Para Begundal, fans berat Burgerkill, mulai merengsek ke depan arena ketika intro Unblessing Life dari album tergres Burgerkill, Beyond Coma and Despair mulai membahana. Jeda satu lagu, MC mengumumkan bahwa pintu masuk dibuka untuk umum. Ini karena saking banyaknya penonton di luar arena pertunjukan. Maka tampaklah lautan penonton di tengah derasnya hujan, dan di panggung ada Burgerkill! Merinding! It’s really crazy!


Lapangan Saparua yang berlumpur dan menjadi arena moshpit yang sangat disukai para Begundal. Sekitar 7500an penonton yang bergoyang, berpogo di circle pit raksasa di tengah alunan lagu Anjing Tanah, dan Darah Hitam Kebencian. Penampilan Eben – guitar, Agung – guitar, Ramdan – bass, Vicky – vocal, dan Andris – drum ini ditutup dengan lagu milik Puppen, Atur Aku. Penampilan yang berbahaya! Btw, beberapa hari sebelumnya Eben berulang tahun dan sempat mengumumkan bahwa awal April 2010 ini Burgerkill masuk dapur rekaman untuk album berikutnya. Selamat ulang tahun, Eben. Like you always say: Keep smokin’ metal engine!


Kurang lebih jam 3 sore acara usai. Tak ada kekisruhan, kerusuhan, atau perkelahian di antara penonton. Keadaan aman dan kondusif. Senyum tampak di wajah para penonton, keakraban terlihat, dan event gede ini seakan akan menjadi ajang reuni bagi beberapa Metalhead sambil menunggu hujan reda. Terlihat antrian mobil dan motor yang menyemut, berusaha keluar dari Saparua. Sekali lagi, Saparua menjadi saksi sejarah konser metal (ter)besar di Tanah Air.

Jumat, 21 Januari 2011

Dead Squad

Apa yang membuat band ini menarik dan menjadi daya tarik terkuat sebenarnya terletak pada keberadaan para pengusung di dalamnya. DeadSquad adalah sebuah technical death metal band yang berisikan sekumpulan nama-nama yang sudah mendapat tempat di perhelatan musik tanah air. Baik di ranah musik mainstream maupun di zona musik bawah tanah. Adalah Stevie Item yang juga masih tercatat sebagai anggota Andra & The Backbone dan Christopher Bolemeyer yang dikenal sebagai Coki Netral, keduanya menempati jabatan sebagai gitaris. Lalu ada Bonsquad ex-Tengkorak pada bass. Adrian Gorust ex-Siksa Kubur pada drum dan Daniel ex-Abolish Conception pada vokal.

Sebelumnya sederet nama juga pernah memperkuat formasi DeadSquad. Seperti Ricky Siahaan yang kini tercatat masih sebagai personil Step Forward dan Seringai. Lalu Prisa, ex-Zala yang kini juga membentuk band barunya yang bernama Vendetta. Juga Babal ex-Alexander yang kini jabatannya ditempati oleh Daniel.

Kekuatan sensasi dari sederet nama-nama inilah yang pada akhirnya menjadikan DeadSquad sebagai supergrup yang ramai diperbincangkan. Karena diharapkan akan memberi sesuatu yang cukup menampar dengan telak khususnya di scene musik-musik metal ekstrim.

Horror Vision adalah ejawantah pertama yang sukses diluncurkan DeadSquad. Dirilis oleh Rottrevore Records Indonesia. Launching-nya sendiri telah dilakukan di saat konser “Lamb of God: Wrath Tour 2009” pada tanggal 9 Maret kemarin, dimana DeadSquad menjadi satu-satunya band pembuka. Berisikan delapan buah materi teknikal yang cukup masif. Salah satu track-nya adalah sebuah cover version dari materi band death metal legendaris Sepultura, Arise.

Ekspektasi saya mungkin sedikit terlalu tinggi. Karena ketika setelah menyimak keseluruhan materi tidak ditemukan sesuatu yang benar-benar baru. Semuanya masih dalam koridor technical death metal standar yang sudah kerap dilakukan oleh band-band sejenis terdahulu. Mungkin pendekatan gaya old-school metal coba dilakukan oleh mereka. Tapi jika saja eksplorasi dari segi karakter bisa dipertajam, tanpa harus meninggalkan gaya old-school yang mereka anut mungkin akan bisa terdengar lebih segar.

Namun jika yang dicari adalah dari sisi yang lebih teknis, seperti komposisi yang rapi dan elemen khas musik-musik metal teknikal ekstrim, hal tersebut dapat terpuaskan dalam album ini. Cukup menghancurkan kepala jika ingin merasakan sensasi brutalistik dari perpaduan keindahan harmoni dan keagresifan ritme-ritme blasting terstruktur dari keseluruhan materi.

Materi pertama, “Pasukan Mati” dibuka oleh sebuah intro orkestrasi megah. Mengingatkan saya pada gaya atmosferis yang kerap dilakukan oleh band orchestral melodic black metal, Dimmu Borgir. Lalu disusul oleh materi-materi lainnya yang membuat telinga cukup terseret kedalam struktur yang sophisticated. Ditutup oleh outro bernuansa mencekam yang menjadi sebuah penyelesai yang manis di akhir materi.

Penulisan liriknya cukup bagus. Terutama yang dikemas dalam format bahasa Indonesia. Permainan metafor yang cukup catchy dipadukan dengan komposisi diksi-diksi yang memancing untuk berpikir. Tema-tema tipikal kesuraman hidup dan kritik sosial dapat dirangkai dengan indah dalam sebuah materi lagu yang cukup solid. Dari segi teknis, mungkin jika vokal sedikit bisa lebih ditaruh di layer depan keindahan perpaduan kata-kata ini akan bisa lebih ternikmati dan tersampaikan.

Cukup telak sebagai gempuran awal. Semoga eksplorasi-eksplorasi yang menghajar di materi setelahnya akan menambah kekuatan karakter dari DeadSquad.

DeadSquad adalah:

Stevie Morley Item – Guitars

Bonny Sidharta – Bass

Daniel Mardhani – Vocals

Andyan Gorust – Drums

Coki Bollemeyer – Guitars

Daftar Trek:

1. Pasukan Mati

2. Dimensi Keterasingan

3. Dominasi Belati

4. Hiperbola Dogma Monotheis

5. Sermon Of Deception

6. Manufaktur Replika Baptis

7. Arise (Sepultura Cover Song)

8. Horror Vision

Minggu, 16 Januari 2011

Rotten Corpse

Ini epos tentang Rotten Corpse, sebuah legenda brutal death asal Malang yang pertama kali mempresentasikan nada-nada ekstrim kepada khalayak metal Indonesia. Kisah nyata band lokal yang membuka jalan penuh cadas dan melesat tinggi dalam waktu singkat. Namun juga penuh duri tajam serta konflik berkepanjangan. Ngotot bertahan tapi akhirnya seperti diselimuti kutukan. Jika itu sebuah kenangan dan seribu pelajaran, maka simak sedikit catatan kisah mereka. A legendary maggots. This is the ultimated classic!...

"Awalnya pada tahun 1994 cikal bakal Rotten Corpse adalah sekedar band session aja. Waktu itu saya udah malang-melintang bikin band ini-itu, dengan genre yang ini-itu juga. Sementara saya nge-fans banget sama band-nya Adyth, Orchestration Foolish. Band temen deket yang saya anggap paling oke, paling rapi di antara semuanya," jelas Aryev Gobel ketika mengingat kembali dari mana kisah epik metal ini harus dimulai.

Dia lalu melanjutkan ceritanya, "Si Adyth lah yang pertama kali nawarin bikin band session itu. Kita pengen coba main di genre metal yang lebih berat dan berisik. Setelah melalui tahap adaptasi personel, kita sepakat untuk serius dan band session ini dinamai Disgorged dengan formasi awal ; saya di vokal, Adyth dan Wawan di gitar, Upik di bass, dan Anton di drum."

Berbagai proses dilalui, hingga akhirnya pada pertengahan Juni 1995 mereka dengan mantap mengubah nama band itu menjadi Rotten Corpse. Gitaris Adyth [eks Orchestration Foolish], vokalis Aryev Gobel [eks Abstain], gitaris Wawan [eks Lunatic Asylum], bassis Upick [eks Orchestration Foolish], dan drummer Anton [eks Lunatic Asylum] tampak cukup antusias untuk mengibarkan bendera brutal death metal di tanah Malang.

Sejarah mencatat, Orchestration Foolish dan Abstain merupakan dua band metal yang sering tampil dalam berbagai event festival musik garapan Gemma [Generasi Musisi Muda Malang] di rentang tahun 1992 - 1995. Sedangkan Lunatic Asylum adalah proyek band death metal bentukan trio Adyth, Wawan dan Anton - yang seingat penulis hanya sempat manggung satu kali di kampus Unibraw dengan mengusung lagu-lagu kover milik band metal Austria, Disastrous Murmur.

Begitu resmi terbentuk, Rotten Corpse langsung tancap gas berlatih di studio dan berawal dari mengkover lagu-lagu milik Cannibal Corpse, Suffocation, hingga Broken Hope. Tidak lama, Adyth dkk mulai berani tampil di sejumlah gigs, parade band dan berbagai event musik kampus yang ada di Malang.

Sebagai band baru, pada masa itu mereka musti rela membayar biaya pendaftaran untuk manggung. Di setiap pentas, Adyth dkk juga kerap membawa suporter setia - yang notabene adalah temen-temen dekat mereka sendiri. Rotten Corpse sempat menggemparkan event Singosari Open Air, di mana Anton berhasil menyabet gelar 'Drummer Terbaik' dan dapat trophy sebagai kenang-kenangan. Weird?!...

Pada akhir tahun 1995, Upick terpaksa cabut karena pekerjaan dan posisinya digantikan oleh Didik, pemuda pendiam asal Nganjuk hasil rekomendasi dari Afril [Extreme Decay]. Menyusul tak lama kemudian Wawan juga keluar dari Rotten Corpse, dan membentuk grup band Adzab yang beraliran black metal. Mulai saat itulah formasi Rotten Corpse menjadi empat orang dengan menyisakan Adyth yang sendirian di sektor gitar, sekaligus sebagai mastermind yang mengelola materi musik dan karir band.

Di awal tahun berikutnya, Rotten Corpse coba merilis demo pertama yang mereka beri titel Maggot Sickness. Demo yang direkam selama dua jam secara live-track di studio Oase itu justru jadi momentum penting bagi langkah karir Rotten Corpse selanjutnya. Rekaman demo itulah yang memancing banyak reaksi kekaguman serta efek positif dari berbagai scene musik cadas di Indonesia. Dan nama Rotten Corpse makin sering disebut serta mulai hangat dibicarakan...

"Itulah kuncinya," cetus Aryev Gobel. "Demo rekaman yang berkualitas minim banget itu sempat dibawa ke Bandung yang kala itu merupakan kota sejuta harapan bagi semua band underground. Demo itu diperkenalkan pada komunitas di sana dan bisa menunjukkan bahwa Malang, kota kecil yang tidak begitu mencolok mempunyai satu monster yang sanggup memporak-porandakan pasar underground. Dan itu memang terjadi!..."

Akibat demo sederhana itu Rotten Corpse akhirnya diundang ke Bandung untuk tampil di salah satu konser cadas yang sangat monumental, Bandung Underground #2 di gedung Saparua, 21 Juli 1996. Dengan bersemangat sang vokalis kembali berujar, "Show pertama kita di Bandung itu memang luar biasa. Kita sanggup membuat mereka tercengang. Kita sanggup memposisikan Rotten Corpse menjadi monster yang sangat mengerikan di kalangan underground Indonesia!"

Tak ayal, nama Rotten Corpse langsung melesat dan mulai menjadi 'national-highlight' bagi pencinta musik ekstrim di negeri ini. Sepekan kemudian, tepatnya tanggal 28 Juli 1996, Adyth dkk menjadi headliner pada ajang Parade Musik Underground di gedung YPAC, Malang. Di sini Rotten Corpse kembali menjadi bintang dengan performanya yang nyaris sempurna.

Puncaknya mulai terjadi pembicaraan antara Rotten Corpse dengan Hariyanto a.k.a Mas Harry dari HR Production [produsen kaos yang berdomisili di Surabaya] yang ingin memproduksi debut album Adyth dkk. Mas Harry sepakat bikin label metal independen dengan nama Graveyard Production, dan mengontrak Rotten Corpse sebagai artis band pertamanya. Dia juga yang bertindak sebagai manajer band kebanggaan arek Malang tersebut.

Akhirnya pada bulan November 1996 Rotten Corpse menjalani proses rekaman selama lima hari penuh di studio Natural [Surabaya] dengan produser Mas Harry dan dibantu Irwan sebagai sound engineer. Proses rekaman mereka saat itu terbilang cukup mewah dan fenomenal bagi kalangan komunitas metal. Sebab Adyth dkk mulai meninggalkan gaya live-recording dan berani menggunakan sistem track-recording untuk mendapatkan hasil rekaman yang maksimal. Metode rekaman seperti itu masih jarang digunakan oleh kebanyakan band underground pada jaman itu karena keterbatasan sarana dan equipment standard, serta memerlukan waktu dan biaya yang lumayan besar.

Sementara proses mixing materi rekaman Rotten Corpse masih digarap, Adyth dkk kembali menghajar beberapa event metal raksasa, seperti misalnya Underground Siang Bolong [Surabaya], Total Noise [Jakarta], dan PMU #2 [Malang]. Alhasil nama Rotten Corpse semakin mengkilap saja di blantika musik cadas tanah air.

Tepat di akhir tahun 1996, Graveyard Production resmi merilis album Rotten Corpse yang bertitel Maggot Sickness. Di dalamnya berisi delapan lagu yang digarap cukup maksimal, dan sukses menggelontorkan sejumlah singel keren seperti Rotten Solid Brain, Broken Hope, atau Mindless Tentacles. Yah, sebuah masterpiece!...
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiL4ApbipJ4XQck2KRgWf2poKmYP7nAZGx5rtnW2Usvv5VqdUBXFbFQcY5LU7fL-xRu_kPkR6WYQvMeIHviT8fD9GTwcRZuEjcaoND7CxSTURY0LJDFsNtA8KE2wIPGzKggk9c5hkEYQN4/s320/artikel-rc-1.jpg
Respon publik dan pasar metal Indonesia tentunya sangat menggembirakan. Maggot Sickness menjadi album metal yang cukup bersinar di jamannya, dan sempat diklaim oleh seorang jurnalis musik sebagai salah satu dari 20 album rock-lokal yang revolusioner [majalah MTV Trax2, Juli 2004]. Dalam artikel itu juga tertulis, "Album debut mereka yang bertitel 'Maggot Sickness' saat itu menggemparkan scene metal di Jakarta, Bandung, Jogjakarta dan Bali karena komposisinya yang solid dan kualitas rekamannya yang top notch."

Berbagai media metal-underground juga memberi komentar dan review yang positif. Sebuah fanzine lokal bernama Loudly Press menaruh Maggot Sickness di list pertama dalam rubrik Five Malang Essential Records - dengan kutipan singkat, "...sebuah perjuangan yang sangat tidak pantas untuk dilupakan. Sebuah album untuk semua diehard metalheads!"

Tanpa bermaksud melebih-lebihkan, Aryev Gobel ikut buka mulut lebar-lebar soal rilisan itu, "Maggot Sickness adalah album masterpiece yang pernah dilahirkan oleh praktisi band underground dalam kualitas recording, materi musik, dan artwork. Perpaduan teknik analog dan manual artwork yang orisinal menjadikan album ini benar-benar melegenda."

Perlu diketahui bahwa sampul depan Maggot Sickness itu benar-benar 'asli dan nyata'. Ceritanya dalam sesi foto kover itu kaki Aryev Gobel rela dilumuri cat merah dan saus kental serta diguyur sekantong belatung hidup yang biasa di pakai sebagai pakan burung peliharaan. Hasil fotonya lalu diolah sedikit di komputer dan jadilah salah satu karya sampul album yang paling 'orisinil' di scene metal Indonesia.

Kedahsyatan Maggot Sickness menyeberang hingga ke negara tetangga. Di awal tahun 1997, album itu dirilis kembali oleh Ultra Hingax Prod dan VSP dengan titel Rotten Corpse [self-titled] untuk pasar distribusi Malaysia dan Singapore. Bahkan tiga lagu mereka - Rotten Solid Brain, Sound Bitter, Mindless Tentacles - masih sempat masuk dalam proyek kompilasi Ultra Violence yang diterbitkan oleh Ultra Hingax Prod [2000] di wilayah negeri jiran.

Sayangnya kesuksesan Rotten Corpse tidak lalu dibarengi dengan solidnya hubungan internal di tubuh band. Perlahan muncul keretakan antar personil akibat ego yang berlebih atau benturan kepentingan. Bahkan sejak itu mulai muncul isu-isu tak sedap yang justru datang dari seputar scene mereka sendiri. Agaknya Rotten Corpse sempat kaget dengan popularitas mendadak yang mereka terima. Scene lokal juga tampak belum siap menerima perubahan yang terjadi pada band yang sempat mereka bangga-banggakan itu. Yang muncul kemudian adalah bibit prasangka, iri, curiga, opini negatif, serta vonis yang berlebihan.

"Saya pribadi memang shock berat dengan begitu cepat populernya band ini. Saya jadi dikenal, banyak banget yang berinteraksi baik secara poistif maupun negatif. Tekanan-tekanan menjadi 'artis' pun nyata saya rasakan, baik secara psikologis maupun fisik!" ungkap Aryev Gobel jujur.

Dalam kasus ini, mitos bahwa konflik internal hampir selalu menyertai band yang terlalu cepat sukses mungkin benar adanya. Puncaknya pada pertengahan tahun 1997, Aryev Gobel keluar dari Rotten Corpse. "Kegilaan saya terhadap narkoba tidak dibarengi dengan pemikiran personel lain yang penuh pengertian. Cukup satu vonis, saya adalah pengganggu dan harus keluar dari Rotten Corpse!" aku Aryev Gobel yang lalu memilih bergabung di grupband Santhet sebagai drummer.

Sepeninggal Aryev Gobel, Rotten Corpse terus bertahan. Apalagi tawaran manggung masih datang dari berbagai pentas. Akhirnya posisi vokal diisi oleh Ferry Rinaldi [eks Brain Maggots]. Dalam waktu yang hampir bersamaan, Wawan dpanggil kembali untuk mengisi ruang gitar yang pernah ia tinggalkan. Rotten Corpse kembali dalam formasi berlima dengan duo gitaris yang gahar.

Pada bulan Juli 1997, Rotten Corpse kembali diundang manggung di kota kembang dalam acara Bandung Berisik #2. Saat itu mereka berangkat tanpa Anton dan Didik yang sedang ujian di kampusnya. Terpaksa dalam konser itu Adyth, Ferry dan Wawan meminta bantuan sahabat mereka yaitu Hendra [drum] dan Ratno [bass] dari grupband Motorhead sebagai additional musicians. Uniknya, tepat seminggu kemudian giliran Adyth yang diajak manggung membantu Motordeath ketika band Bandung itu show di event Hullabaloo #3? .

Sepulang dari Bandung itu sebenarnya sudah tampak sekali kalau pondasi Rotten Corpse mulai retak. Kejenuhan memuncak, konflik internal semakin tajam, dan perang kepentingan terjadi satu sama lain. Adyth selaku mastermind kelompok ini tampak mulai kehilangan akal dalam menyatukan visi bermusik personil lainnya. Bisakah nasib mereka diselamatkan?!...

Hingga pada suatu sore di bulan Agustus 1997, Adyth tiba-tiba mengontak salah seorang editor Mindblast fanzine dengan maksud ingin menyampaikan satu informasi penting. Pertemuan mendadak dilakukan di sebuah warung kopi sederhana dekat markas redaksi Mindblast. Sore itu dia mengaku baru saja melakukan pertemuan internal dengan semua personil band dan mendapatkan satu keputusan penting tentang karir musik mereka.

"Ini berita resmi dari Rotten Corpse, dan kamu orang pertama yang aku kasih tahu ya," kata Adyth dengan mimik wajah serius. "Gini, aku akan balik ke Bandung dalam waktu dekat ini. Mau nerusin studi di sana. Trus soal Rotten Corpse, kita tadi udah sepakat kalo nama Rotten Corpse akan aku bawa serta ke Bandung."

Bagaikan geledek di siang bolong. Berita ini sungguh mengagetkan. Meski sebenarnya sudah lama tercium indikasi ke arah perpecahan Rotten Corpse. Namun tidak ada yang menyangka kalau ternyata skenarionya seperti ini. Adyth mengusung nama Rotten Corpse di Bandung? Sama siapa? Terus bagaimana nasib empat personil lainnya di Malang? Apakah ini bahasa lain dari Rotten Corpse yang memutuskan bubar total?...

"Tenang aja. Rotten Corpse bakal terus eksis kok. Hanya pindah home base aja ke Bandung!" kata Adyth hati-hati seperti tidak ingin menyinggung perasaaan siapapun. Dia bukannya memecat ke-empat personil yang lain. Dalam bahasa yang dia pakai adalah 'meminta Anton dkk untuk mengundurkan diri dari band'. Sebab selaku personil yang menulis hampir semua materi lagu serta mengelola semua urusan karir band, dia merasa yang paling berhak menggunakan nama Rotten Corpse.

"Yah kita liat saja gimana entar jadinya. Sampai di Bandung nanti aku akan langsung cari orang-orang yang mau bantu membentuk Rotten Corpse yang lebih matang dan serius. Lagipula di sana kayaknya lebih menjanjikan untuk maen musik," jelasnya kemudian.

Tidak lama setelah 'konferensi pers' eksklusif tersebut, tepatnya di bulan September 1997, Adyth benar-benar pulang kampung ke Bandung. Di sana ia dibantu oleh para personil Motordeath untuk membangun dinasti Rotten Corpse yang baru. Setelah berlatih singkat di studio, mereka langsung diundang tampil dalam sebuah konser musik cadas di Denpasar, Bali.

Sementara itu di waktu yang bersamaan, sisa personil yang tertinggal di Malang ternyata masih menyatakan diri eksis dan berhak menyandang nama Rotten Corpse. Ferry, Didik, Wawan, dan Anton tetap coba bertahan dalam manajemen Graveyard Production. Mereka juga mulai kembali ke studio dan sempat beberapa kali mengisi gigs lokal yang ada.

Munculnya dua kubu yang berlabelkan Rotten Corpse itu cukup membingungkan masyarakat metal. Pro-kontra mulai merebak luas. Kedua kubu tetap saling klaim dan merasa paling berhak. Panitia acara musik pun bingung musti mengontak Rotten Corpse yang mana?! Saking bingungnya, Mindblast sendiri bahkan memuat artikel berjudul Rotten Corpse satu halaman penuh yang hanya berisi tanda tanya besar [?] tanpa tulisan apapun di edisi ketiganya. Berbagai 'upaya damai' tidak mampu meredakan sengketa dan konflik di antara mereka sendiri.

Namun semua itu berjalan tidak terlalu lama. Adyth tampaknya kesulitan berjuang sendirian dengan brand lawas Rotten Corpse di Bandung. Sementara Anton dkk di Malang seperti kehilangan nahkoda serta agak kewalahan mengelola karir band tanpa sentuhan Adyth. Dan perlahan kedua kubu Rotten Corpse itu tidak pernah ada kabarnya lagi. Selesai sampai di sinikah sejarah Rotten Corpse?! Mmhh, belum tentu...

Di awal tahun 1998 tersiar kabar bahwa Adyth membentuk grupband deathmetal anyar yaitu Disinfected. Kelompok itu diperkuat juga oleh nama-nama paten dari scene metal Ujungberung Bandung, seperti Amenk [eks Embalmed] dan Andris [Burgerkill]. Tidak lama mereka langsung merilis debut album yang bertitel Melted rilisan Extreme Souls Production. Menurut sebagian kawan, album yang mendapatkan respon hangat dari fans metal itu punya nuansa musik khas Rotten Corpse. Sungguh masuk akal, sebab hampir semua materi dasar lagunya memang ditulis oleh Adyth. Bisa dibayangkan kalau Melted adalah 'album kedua dari Rotten Corpse'?!...

Setelah merilis rekaman, nama Disinfected melesat di scene metal Indonesia. Berbagai panggung musik mulai dijajal. Bahkan mereka sempat diundang tampil di kota Malang dalam event bertajuk Malang Metal Fest. Adyth sendiri tampak enjoy bermusik di Disinfected dan mulai melupakan ambisinya mengusung nama Rotten Corpse yang sepertinya sarat 'kutukan'.

Tetapi nama Rotten Corpse sendiri ibarat 'pesugihan' yang selalu dicari sekaligus 'kutukan' yang terus menghantui. Buktinya pada akhir tahun 1998, Aryev Gobel bangkit dan membentuk kembali Rotten Corpse bersama gitaris Mentho [Keramat], bassist Yongki [Suffer In Crease], dan drummer Eko [Keramat]. Setelah ending yang tidak 'happy' di masa sebelumnya, sekuel kedua dari Rotten Corpse tampaknya dimulai dari sini...

Mereka langsung aktif berlatih di studio legendaris Centra, sambil sesekali manggung di sejumlah gigs lokal dan memproduksi beberapa merchandise. Akhirnya Rotten Corpse formasi baru pimpinan Aryev Gobel itu berhasil membuat satu karya nyata. Mereka sempat merilis sebuah singel yang berjudul Awakening untuk salah satu seri kompilasi cadas Brutally Sickness rilisan Extreme Souls Production.

Setelah tampil membuka show Edane di Malang dan mengisi sejumlah gigs lokal dalam rentang tahun 1999-2000, Rotten Corpse sempat dikabarkan akan merilis full-album melalui label Rottrevore records. Namun berita itu tidak pernah menjadi kenyataan. Begitu juga Rotten Corpse seperti berada di persimpangan antara 'ada dan tiada'. Sialan, rupanya 'kutukan' itu masih berlanjut...

"Dengan berat hati, ibarat putus pacaran, saya terpaksa tidak tahu menahu soal band ini. Saya tidak tahu kenapa, Rotten Corpse seperti mengantuk, pengen tidur terus. Sementara konflik-konflik internal pun tidak kunjung berhenti dan akhirnya mematikan band besar ini," tutur Aryev Gobel yang sekarang menjabat vokalis Keramat dan bekerja sebagai desainer grafis di sebuah pabrik rokok di Malang.

Seingat penulis, sejak tahun 2001 nama Rotten Corpse sudah tidak disebut-sebut lagi. Rotten Corpse is dead?! Well, seperti biasa, tidak pernah sekali pun ada pernyataan resmi mengenai keputusan bubarnya Rotten Corpse dari pihak-pihak terkait. Selalu saja misterius. Orang-orangnya masih ada di sekitar, tetapi nama Rotten Corpse perlahan lenyap begitu saja. Sebagian orang yang percaya kutukan berpendapat bahwa mungkin sebaiknya Rotten Corpse tidak usah ada lagi dan biarkan jadi sejarah...

And where is everybody now?!... Adyth saat ini sudah berkeluarga dan bekerja sebagai desainer grafis di Jakarta. Anton masih bekerja di Malang dan jadi drummer di Silence Is Broken - setelah sempat memperkuat banyak band lokal ; Disintegrate, System Error, sampai Davyjones. Wawan yang pernah main gitar di Adzab, Disaffection dan Antipathy sempat hijrah ke Ukraina bareng pacar bulenya. Didik kabarnya bikin band metal di Nganjuk. Upick sudah berkeluarga dan bekerja di Pandaan. Ferry Rinaldi sudah menikah dan menetap di Pandaan. Yongki berhenti bermusik dan tinggal di Malang. Aryev Gobel, Mentho dan Eko masih main musik bersama di Keramat. Mas Harry tetap di Surabaya, menekuni bisnis sablon dan jadi kolektor metal. They're all kvlt!...

Meski hanya eksis dalam waktu singkat dan dilanda berbagai konflik, setidaknya Rotten Corpse pernah menggoreskan tinta emas dalam sejarah musik metal di Malang, bahkan di Indonesia. Sampai-sampai muncul mitos bahwa hingga hari ini belum ada band metal Malang yang pernah mencapai level seperti Rotten Corpse - yang punya karya musik berkualitas, direspon secara masif, dan sangat menginspirasi banyak orang.

Sampai detik ini, satu-satunya album Maggot Sickness tetap menjadi klasik dan masih diburu dengan harga lumayan tinggi. Beberapa band lokal tercatat masih mengkover lagu-lagunya. Fans dari dalam dan luar negeri masih terus menanyakan stok rekamannya. Album bajakannya bahkan ludes diserbu pembeli. Begitu juga dengan merchandise-nya di pasaran gelap. Organiser show Kolektif Radiasi masih bercita-cita untuk membawa line-up klasik Rotten Corpse ke dalam sebuah konser reuni. Atau memang sudah sepantasnya band ini mendapatkan sebuah tribut khusus...

Penulis yakin mereka yang pernah bersama dan mengalami sejarah dengan band ini akan terus mengenang kejayaan yang singkat itu. Sejarah yang diukir Rotten Corpse akan selalu terasa emosional. Dari sisi yang baik maupun yang buruk. Seperti diungkapkan Aryev Gobel yang sampai rela merajah logo band Rotten Corpse di kulit tubuhnya, "Saya pribadi merasa bangga pernah punya band sedahsyat ini. Sampai mati band ini akan tetap di dada!..."

Jumat, 07 Januari 2011

Sejarah Death Metal Indonesia

Death metal adalah sebuah sub-genre dari musik heavy metal yang berkembang dari thrash metal pada awal 1980-an. Beberapa ciri khasnya adalah lirik lagu yang bertemakan kekerasan atau kematian, ritme gitar rendah (downtuned rhythm guitars), perkusi yang cepat, dan intensitas dinamis. Vokal biasanya dinyanyikan dengan gerutuan (death grunt) atau geraman maut (death growl). Teknik menyanyi seperti ini juga sering disebut "Cookie Monster vocals".
Beberapa pelopor genre ini adalah Venom dengan albumnya Welcome to Hell (1981) dan Death dengan albumnya Scream Bloody Gore (1987). Death metal kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh band-band seperti Cannibal Corpse, Morbid Angel, Entombed, God Macabre, Carnage, dan Grave.
Kemudian era 2000'an, Death Metal berkembang sangat pesat. Banyak band-band jebolan aliran death metal menjadi pembaharu dalam musik metal. Band-band tersebut antara lain Inhuman Dissiliency, , Disavowed, Viraemia, Hiroshima Will Burn, Amon Amarth, Inveracity, The Berzeker, Dying Fetus, Condemned, dan masih banyak lagi.
Di Indonesia, genre ini diawali pergerakan dan perkembangan-nya di tahun 1990-an dengan band thrash metal Rotor di Jakarta. Pergerakkan utama Death Metal Indonesia berasal dari munculnya inisiatif oleh band Grindcore asal Malang, Rotten Corpse, yang menggarap untuk pertama kalinya (yang diketahui) musik Death Metal. Kemunculan dan permainan Rotten Corpse akan Death Metal merupakan pertanda dari lahirnya sebuah individu musik baru, bernama Death Metal. Beberapa band pioneer Death Metal lainnya di daerah lain, seperti Trauma dari Jakarta , Insanity dan Hallucination dari Bandung, Death Vomit dari Jogjakarta , Slow Death dari Surabaya, kemudian berkembang dengan band-band yang dianggap sebagai senior karena pengalamannya masing-masing seperti: Disinfected, Ancur, Plasmoptysis, dan Jasad dari Bandung, Siksa Kubur , Funeral Inception dari Jakarta dan Cranial Incisored Yogjakarta dan Semarang Grind Buto. Abysal ,PALASIK BUKITTINGGI (SUMATRA BARAT) Total Rusak dari BUKITTINGGI (Sumatera Barat). Blast Torment dari Padang,Rotten Corpse dari Malang
Perkembangan musik Death Metal di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat baik. Diantaranya terusulkannya suatu forum pusat dari pecinta Death Metal Indonesia, yang bernama forum Death Metal Indonesia, yang bernama Indonesian Death Metal atau disingkat IDDM. Kemudian juga muncul Indogrind.net, GUBUG RIOT, staynocase, dan lainnya. Saat ini, band-band baru Death Metal akan menyuarakan 'suara-suara maut' dalam event metal. Band-band Death Metal di Indonesia sekarang antara lain Asphyxiate, Bleeding Corpse, Death Vomit, Kill Harmonic, Grind Buto, Infected Voice, Brain Ass, Hate Stroke, Sickmath dan sebagainya.
Perkembangan Death Metal Indonesia setelah terciptanya IDDM, merupakan sebagai indikasi dan peresmian kelompok-kelompok Death Metal di seluruh wilayah Indonesia untuk go on public atau menunjukkan diri mereka masing-masing pada publik. Seperti pada saat ini, banyak sekali kelompok/komunitas Death Metal Indonesia di wilayah mereka masing-masing yang sudah menunjukkan diri mereka di Internet. Komunitas-komunitas tersebut masih merupakan bagian dari Indonesian Death Metal/IDDM. IDDM merupakan salah satu web penghubung yang menjadi tempat bertukar pikiran maupun aspirasi hingga media untuk iklan / promosi album maupun merchandise. Komunitas-komunitas tersebut diantaranya adalah Malang Death Metal Force, Bandung Death Metal, Bekasi HORDE! Death Metal, Jogjakarta Corpse Grinder, Magelang Death Metal Militia, Sukoharjo Death Metal, Semarang Death Metal, Bali Death Metal sampai Samarinda Death Metal dan masih banyak lagi komunitas di seluruh Indonesia.
Beberapa subgenre death metal:
Technical death metal - Death Metal yang dikembangkan dengan nada-nada diatonis, merupakan perkembangan dari musik Death Metal ke yang lebih kompleks.
Melodic death metal - heavy metal dicampur dengan beberapa unsur Death Metal, misalnya death growl dan blastbeat
Progressive death metal - gabungan antara death metal dan progressive metal
Brutal death metal - Brutal Death Metal merupakan perkembangan dari Death Metal itu sendiri. Brutal Death Metal merupakan salah satu perkembangan yang berhasil menghasilkan perkembangan lagi di genre Death Metal. Brutal Death Metal menghasilkan Slamming-Gore Brutal Death Metal, Slamming-Groove Technical Brutal Death Metal, Slamming Goregrind, dan lainnya.
Deathcore - gabungan antara metalcore/groove metal dengan death metal, merupakan genre Death Metal yang lebih menjurus kepada musik Post Hardcore.
Death/Doom - gabungan antara doom metal dan death metal
Blackened death metal - Blackened Death Metal merupakan usul-usul yang dilakukan oleh band-band Death Metal yang ingin menggabungkan kembali unsur Black Metal pada Death Metal seperti yang terjadi pada Era Pertama Death Metal, di mana Death Metal masih tercium bau-bau Black Metal.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger